Total Pengunjung

Talak Tiga Sekaligus



RESUME
TALAK TIGA SEKALIGUS
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqh Muqaranatul Madzahib Fiil Munakahat

Dosen pengajar: Dr. H. Ahmad Hidayat Lc. M.Ag.
*dilarang mengutip isi dalam tugas ini tanpa sumber 

Disusun oleh:
Nadya Nurul Hidayah           151100383
Fita Aida Sari                        151100399


Hukum Keluarga A/5 Fakultas Syariah
UIN SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN
                                                                           2017





1.         Latar Belakang

Dalam rumah tangga dapat kita ketahui bahwa selamanya tidak berjalan utuh. Terkadang akibat emosi yang meuncak maka muncullah pemikiran-pemikiran yang mengakibatkan rusaknya hubungan antara suami istri yaitu talak.

Talak pun terbagi menjadi beberapa jenis, talak raj'I, talak ba'in, talak bid'ah, talak sugra dan talak qubra. Jenis-jenis talak ini bisa mengakibatkan putusnya nikah sementara seperti talak raj'i dan ada yang mengakibatkan putusnya selamanya seperti talak ba'in dan talak qubra.
Karena jenis talak ini begitu banyak. Maka muncullah berbagai masalah baru tentang talak ini. Tentang hukum talak pada wanita haid, hokum talak ketika wanita masih mengandung anak dalam rahimnya dan mengatakan talak qubra yang berarti mengucapkan talak sebanyak tiga kali secara sekaligus apakah jatuh tiga, dua, atau satu.
Akhirnya, kami melakukan studi agar bisa mengetahui bagaimana hukumnya talak tiga diucapkan secara sekaligus. Dengan rincian talak tiga sekaligus dalam keadaan hamil atau normal menurut berbagai madzhab(sudut pandang pendapat) para ulama fiqh.
2.         Talak Tiga Sekaligus Dalam Keadaan Normal. 
Talak tiga dalam satu majelis adalah talak yang dijatuhkan sekaligus yang dilakukan suami kepada istrinya. Misalnya, "kamu saya talak tiga sekaligus." Atau bisa dikatakan secara berulang. "Kamu saya cerai, cerai, dan kita pisah."
Mayoritas ulama berbeda pendapat tentang hukum talak tiga dalam satu majelis ini. Terlepas dari istri sudah dicampuri ataupun belum.
Dr. Abdussami' ahmad imam menjelaskan dalam bukunya yang berjudul Minhaj Ath-thalib fi Al-muqaranah Baina Al-madzahib yang diterjemahkan oleh Yassir Maqosid membagi hukum talak tiga dalam satu majelis menjadi empat madzhab sebagai berikut:[1]
1. Jumhur ulama berpendapat mengenai jatuhnya tiga talak secara sekaligus. Mereka mendasarkan pendapatnya  pada Al-Qur'an, sunnah, dan atsar
A. Dalil Al-Qur'an
لَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ طَلَقْتُمُ النِّسآءَ            
 Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan istri-istrimu." (Al-Baqarah: 236)
Begitupula firman Allah Subhanallahu wa Ta'ala
إِذَا طَلَقْتُمُ النِّسَآءَ فَطَلِقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ
"Apabilakamumenceraikanistri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) idahnya."(ath-thalaq:1)
فَإِنْ طَلَقَهَا فَلَا تَحِلُّ لهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّى تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ
"Kemudian  jika si suami menalaknya (setelah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal baginya hingga ia kawin dengan suami yang lain." (Al-Baqarah:230)
Begitupula firman Allah subhanahu wa Ta'ala.
يَأ يُّهَا الّذِيْنَ ءَامَنُواْ إِذا نَكحتُمُ الْمُؤْمِنٰتِ ثُمَّ طَلْتُمُ
Letak pengambilan dalil: dalam nash-nash tersebut tidak di-qayyidkan dengan jumlah tertentu sehingga mencakup talak satu atau lebih. Hal ini memberi pengertian jatuh talak sebagaimana yang dijatuhkan oleh orang yang mentalak, baik itu talak satu atau lebih, tanoa membedakan apakah istri sudha dicampuri atau belum,baik talak itu dijatuhkan secara sekaligus atau secara terpisah-pisah. Sebab, dalam kaidah dikatakab bahwa konsekuensi dari suatu sebab akan ada kapan saja sebab itu ada.
Berdalil atas ayat-ayat tersebut dianalisa: bahwasannya ayat tersebut neskioun secara zhahirnya bersifat umum atau mutlak akab tetapi secara makna di-qayyidkan dengan firman Allah subhanahu wa ta'ala, "talak(yang dapat dirujuki) dua kali." Al-baqarah:229 sebab dalam ayat tersebut.
"Dari Nafi' bin Ujair bin Abdullah bin Yazid, bahwa Rukanah bin Abdi Yazid bahwa telah menjatuhkan thalak kepada suhaimah al muzanniyah dengan talak yang bersifat pasti. Kemudian dia datang dan menemui Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam dan berkata. "Ya Rasulullah, sesungguhnya aku telah menjatuhkan thalak istriku dengan thalak al-battah. Demi Allah, niat aku adalah menjatuhkan thalaknya dengan thalaksatu. Mendengar itu Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam berkata "Demi Allah kamu tidak mengiginkannya kecuali talak satu?" Kemudian Rukanah Menjawab"Demi Allah, maksudku adalah menjatuhkan thalak satu." Kemudian Rasulullah mengembalikan Suhaimah kepada Rukanah, setelah itu Rukanah menthalak istriny untuk kedua kali pada masa kepemimpinan Umar dan menjatuhkan thalak untuk yang ketiga pada masa kepemimpinan Utsman."[2]
"Diriwayatkan dari Zubair bin Sa'd, dari Abdullah bin Ali bin Yazid bin Rukanah, dari ayahnya, dari kakeknya dia berkata "aku menemui nabi shalallahu 'alaihi wassalam dan aku berkata kepada beliau bahwa aku telah menjatuhkan thalak al battah."Kemudian rasulullah bertanya "Apa yang kamu tuju dari thalakmu itu?" Aku menjawab "maksudku adalah menjatuhkan talak satu." Kemudian beliau bertanya lagi, "Demi Allah?" Aku menjawab, "Demi Allah." Setelah itu Rasulullah menjawab, " apa yang kamu ucapkan berlaku sesuai dengan apa yang kamu niatkan."[3]
Penjelasan hadits.[4]
Kata al-battah mengandung arti, pasti. Kata tersebut aslinya adalah al qath'u. Jika orang arab mengatakan, shadaqatun battahun batlatun, artinya adalah sedekah yang bersifat memutuskan semua hal yang berhubungan dengan kepemilikan.
Imam Al-Baghawi berkata hadits ini memberikan banyak hal diantaranya:
Imam Asy-Syafi'i menjadikan hadits ini sebagai dalil bahwa mengumpulkan seluruh talak yang berjumlah tiga dengan sekali ucapan hukumnya mubah(boleh dilakukan dan sah) cara menjatuhkan talak tersebut tidak termasuk talak bid'ah sebab nabi bertanya kepada Rukanah."apa yang kamu inginkan dengan ucapan itu?" Beliau dalam hal ini tidak melarang Rukanah menjatuhkan talak lebih dari 1 talak. Pendapat tersebut dikemukan oleh Imam Asy-syafei dan Imam Ahmad.
Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa jika seorang laki-laki menggabungkan dua sekaligus, atau menggabungkan tiga talak dalam satu ucapan. Maka talak yang demikian termasuk talak bid'ah. Pendapat tersebut dikemukakan oleh Imam Malik, Ishaq dan ulama Fiqh Rasionalis.
3.         Talak Tiga Sekaligus Dalam Keadaan Hamil
Mereka berbeda pendapat dalam hal suami menjatuhkan talak kepada istrinya yang sedang hamil dengan talak tiga. Mayoritas ulama berpendapat bahwa talak yang demikian tidak termasuk ke dalam talak bid'ah. Terjadi perbedaan pendapat di kalangan fiqh rasionalis. Menurut Abu Hanifah dan Abu yusuf, setiap tahun jatuh 1 talak. Menurut muhammad bin Al-Hasan, jika talak yang demikian dijatuhkan kepada istri yang sedang hamil, maka jadinya hanya satu talak. Talaknya yang kedua menunggu istrinya melahirkan.
Hadits yang telah disebutkan juga menunjukkan bahwa thalaq al-battah yang dijatuhkan suami menjadi thalak 1 jika sang suami tidak bertujuan lebih dari talak 1 dan talak yang demikian bersifat raj'i. Pendapat tersebut dikemukakan oleh Umar Bin Khattab. Pendapat yang sama dinyatakan oleh Atha' dan Sa'id bin Jubair.
Pendapat yang sama pun dianut oleh Imam asy-syafi'i. Dia (Imam Asy-syafi'i berkata. "Jika dengan kalimat yang demikian , sang suami bertujuan untuk menjatuhkan talak 2 atau talak 3, maka talak terjadi sesuai yang diniatkan oleh sang suami."
Sebagian ulama berpendapat bahwa thalak al-battah), adalah thalak 1 yang bersifat ba'in, jika sang suami tidak berniat. Jika sang suami menjatuhkan talak tiga maka yang terjadi adalah talak tiga. Jika dengan ucapannya sang suami berniat menjatuhkan talak dua maka yang jatuh tetap talak satu. Pendapat tersebut dikemukakan oleh Ats-Tsauri Dan Ulama Fikih Rasionalis.
Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa talak al-battah jatuhnya menjadi talak tiga. Pendapat tersebut dikemukakan oleh Ali. Pendapat yang sama diriwayatkan dari Ibnu Umar. Pendapat tersebut dinyatakan oleh Sa'id bin Al Musayyib, Urwah bin Az zubair, Umar bin Abdul Aziz dan Az Zuhri. Pendapat inijuga dianut Imam Malik, Ibnu Abi Laila dan Al Auza'i.
Menurut Imam Ahmad, aku khawatir menjadi talak tiga, namun aku tidak gegabah menetapkannya menjadu talak tiga.
"Diriwayatkan oleh Ali Ra. "Bahwa dia menjadikan talak al khaliyah, al bariyah, dan al battah menjadi talak tiga."
Imam Al Baghawi berkata: hadits ini menunjukan bahwa jika seorang suami menjatuhkan talak atas istrinya dan ia berniat bahwa talak yang dijatuhkan adalah talak lebih dari satu, maka talaknya menjadi sebagaimana yang dia niatkan. Tidak ada perbedaan apakah sang suami menjatuhkan talaknya dengan kalimat talak atau dengan kinayah (kiasan) yang menunjukan makna talak. Sebab dalam haditsnya, Rasulullah berkata ………
"Dan sesungguhnya seseorang akan dibalas sesuai dengan apa yang diniatkanya."
Pendapat tersebut diriwayatkan dari Urwah Bin Az-Zubair. Pendapat demikianpun dikemukakan oleh Imam Malik, Imam Syafi'i Ishaq Dan Abu Ubaid.
Sebagian ulama berpendapat jika kalimat talak yang diucapkan oleh suami bersifat sharih (jelas) dan sang suami berniat menjatuhkan talak lebih dari satu, maka talak yang diniatkan tidak sah. Artinya, yang terjadi adalah talak satu. Pendapat ini dikemukakan oleh ats-tsauri, al-auza'i, imam ahmad dan ulama fiqih rasionalis.
Ats-tsauri dan ulama fiqih rasionalis berpendapat "jika niatnya talak tiga dan lafazh yang diucapkan bersifat kinayah, maka boleh. Namun jika niatnya menjatuhkan dua talak maka talaknya menjadi talak satu yang bersifat ba'in."
Lafazh talak yang bersifat sharih (lafazh-lafazh yang secara pasti menunjukan putusnya tali pernikahan) menurut imam Asy-Syafi'i ada tiga yaitu:
1.      Talak.
2.      Firaq.
3.      As-Sarah.
Jika seorang suami mengucapkan salah satu dari ketiga lafazh tersebut, maka jatuhlah talak, meskipun suami tidak berniat menceraikan istrinya.
4.         Talak Tiga Sekaligus Dengan Lafadz Kinayah Atau Bisu Atau Dengan Media
Lafazh talak yang bersifat kinayah adalah, setiap lafazh memiliki makna bersayap, artinya lafazh tersebut bisa berarti putusnya taliperikahan dan juga bisa mengandung arti yang lain. Misalkan suami berkata kepada istrinya, "kamu sekarang sendiri" atau "kamu sekarang bebas", atau kalimat " kamu sekarang kembali ke orang tuamu", "sekarang kamu iddah" atau "mulai sakarang aku tidak punya kewajiban apa-apa lagi terhadapku", dan lafazh-lafazh yang sama. Jika suami mengucapkan salah satu dari kalimat-kalimat tersebut dan sang suami berniat dalam hatinya menjatuhkan talak, maka jatuhlah talak terhadap sang istri. Jika sang suami tidak beniat menceraikan istrinya, maka kalimat kalimat tersebut tidak memiliki pengaruh apa-apa terhadap tali pernikahan keduanya.

Imam Ibrahim berpendapat, jika seorang suami berkata kepada istrinya, "aku sudah tidak membutuhkan kamu lagi", maka yang dilihat adalah niatnya.
Talak yang dilakukan oleh kaum muslimin yang berbahasa non arab, ketentuan lafazhnya sesuai dengan bahasa mereka.
Al-Hasan berpendapat, jika seorang suami berkata: "pulanglah kerumah keluargamu." Maka yang dijadikan patokan adalah niat suami yang mengucapkan kalimat tersebut. (jika dia berniat menjatuhkan talak, maka jatuhlah talak. Maka jika dia tidak berniat menjatukan talak maka tidak terjadilah talak).
Az-Zuhri berpendapat, jika seorang suami berkata kepada istrinya "kamu bukan istriku", maka hak utuk merujuk istrinya tidak gugur. Artinya, setelah talak tersebut sang suami berhak merujuk istrinya. Ketentuan ini menurut imam As-syafi'I disamakan dengan kondisi dimana sang suami menjatuhkan talak kepada istrinya dengan kalimat yang sharih. (jelas dan pasti menunjukan putusnya tali pernikahan). Hak untuk rujuk menjadi gugur jika talak yang dijatuhkan sang suami di isyaratkan adanya tebusan atau sang istri sudah ditalak sebanyak tiga kali oleh suaminya.
Tentang al-khaliyyah atau al-bariyyah, Ibnu Umar berkata, "kedua lafazh ini mengandung arti talak tiga".
Pendapat tersebut juga dikemukakan oleh Imam Malik, bahwa belaku bagi istri yang pernah melakukan  hubungan badan dengan suaminya dalam pernikahan yang keduanya jalani. Jika sang istri belum pernah melakukan hubungan badan dengan suaminya, maka sang suami masih berhak melakukan rujuk terhadap sang istri. Ketentuan yang demikian juga berlaku bagi ba'inah.      
Az-zuhri berpendapat, jika seorang suami berkata kepada istrinya, "aku berlepas diri darimu dan kamu berlepas diri dariku", berarti suami menjatuhkan talak tiga seperti ucapan talak dengan kalimat al battah.
Menurut ulama fiqh rasionalis, lafadz-lafadz yang bersifat kinayah, kebanyakan memutuskan hak untk melakukan rujuk.
Jika di dalam hatinya sang suami menjatuhkan talak kepada istrinya, namun keinginan tersebut tidak terucap oleh lisannya, menurut mayoritas ulama, tidak terjadi talak. Dasarnya adalah pernyataan Nabi……
"Sesungguhnya Allah memaklumi apa yang terbersit di dalam hati selama tidak diucapkan atau tidak dilakukan."
Pendapat tersebut dikemukakan oleh Atha' dan Abu Rabah, Sa'id Bin Jubair, Asy-Sya'di, dan Qatadah. Pendapat yang sama dikemukakan oleh ats-tsauri, imam asy-syafi'i, ulama fiqh rasionalis, imam ahmad, dan ishaq.
Az-zuhri berpendapat jika keinginan tersebut telah menjadi keingnan yang kuat dan pasti, maka jatuhlah talak, meskipun keinginan tersebut tidak terucap dari mulut sang suami. Pendapat yang sama dikemukakan oleh imam malik. Mereka semua sepakat, jika seoang suami berniat melakukan zhihar, maka zhihar tersebut tidak terjadi selama belum terucap oleh lisan suami.
Jika seorang yang sedang shalat hatinya berbicara, maka shalatnya tidak batal. Jika kata hati menempati posisi perktaan lisan, maka shalatnya juga batal.
Jika seorang suami berkata kepada istrinya, "kamu tertalak seperti ini, dan saat mengucapkan kalimat tersebut sang suami menunjukkan tiga jarinya, maka dalam kasus ini, maka jatuh talak tiga atas sang istri. Jika sang suami menunjukkan 2 jarinya saat mengucapkan kalimat tersebut, maka jatuh talak 2. Pendapat tersebut dikemukakan oleh Asy-Sya'bani, Qatadah Dan Ulama Lain.
Jika seoramg suami berkata kepada istrinya, kamu aku talak dengan talak 10 atau talak 100" maka jatuh talak tiga. Ada seorang laki-laki bertanya kepada ibnu mas'ud, "aku telah menceraikan istri aku 80 talak." Mendengar itu Ibnu Mas'ud bertanya, "apa yang dikatakan kepadamu?" laki-laki tersebut menjawab, "dikatakan kepadaku, bahwa wanita tersebut telah menjadi ba'in darimu." Ibnu mas'ud menjawab,"Ya benar, barangsiapa yang menjatuhkan talak kepada istrinya dengan cara yang telah disediakan Allah, permasalahannya telah dijelaskan Allah. "Baransiapa yang menceburkan dirinya kedalam sesuatu yang merepotkan, maka kami bebankan kerepotan tersebut kepadanya. janganlah kalian mencampuradukkan diri kalian hingga kami bebankan hal yang demikian kepada kalian. Talak tersebut sebagaimana yang kalian katakana.
Ada seorang laki-laki datang menemui ibnu Abbas  RA dan berkata, "aku telah menceraikan istri aku sebanyak 100 kali talak. Bagaimana menurut pendapat anda?" ibnu abbas menjawab, "istrimu tertalak dengan talak tiga. Yang 97 kamu telah menjadikan ayat-ayat Allah sebagai mainan.
Jika seorang suami menjatuhkan talak kepada istrinya melalui media tulisan, jika seorang tersebut seorang yang bisu, maka talaknya sah. Jika suaminya bisa berbicara dan tidak bisu, maka ulama berbeda pendapat. Sebagian ulama berpendapat bahwa jatuh talak jika suaminya berada diluar kota, meski tanpa diniatkan. Pendapat tersebut dikemukakan oleh ulama fiqih rasionalis. Pendapat ini juga di anut oleh Imam Ahmad.
Menurut Imam Malik dan Al-Aujai, jika surat tersebut disampaikan kepada sang istri, maka jatuh talak. Sebelum surat itu diterima oleh sang istri, sang suami boleh menarik kembali talaknya.
Menurut Imam Asy-Syafi'i, jika menulisnya dibarengi dengan niat menjatuhkan talak sang istri, maka jatuh talak. Jika tidak dibarengi dengan niat menjatuhkan talak istri, maka tidak jatuh talak. Sebagian ulama Asy-Syafi'i berpendapat, tulisan atau surat yang berisikan talak suami kepada istrinya menyebabkan jatuhnya talak tidak diniatkan. Ketentuan ini berlaku bagi istri yang ada di kota tempat tinggalnya, sebagaimana ini juga berlaku bagi istri yang sedang tidak ada di tempat tinggal. Lalu sebagian ulama syafi'i yang lain melakuakan pembedaan menulisnya di atas tanah dengan media yang lain untuk tulisan. Jika suami menuliskan talaknya diatas media yang biasa digunakan untuk tulisan, maka jatuh talak. Jika suami menuliskannya untuk sang istri di atas tanah maka tidak jatuh talak.
Imam Al-baghawi berkata:" hadits rukanah menunjukan bahwa sumpah seorang yang berisikan hukum tidak berlaku sebelum diminta oleh hakim. Sebab ketika rukanah berkata, "demi Allah aku tidak berniat kecuali menjatuhkan talak satu." Rasulullah mengulangi lagi, "demi Allah kamu tidak berniat kecuali menjatuhkan talak satu?" Rasulullah kembali memintanya bersumpah, padahal sebelumnya rukanah telah bersumpah sebulum diminta oleh Nabi SAW. Hadits tersebut menunjukan bahwa bersumpah dengan menyebut nama Allah sudah cukup, artinya tidak perlu ditambah dengan sifat-sifat yang lain.
Boleh menggantungkan jatuh atau tidaknya talak dengan syarat-syarat yang diberikan sang suami. Ketentuan yang demikian juga berlaku dalam masalah memerdekakan budak. Nafi' berpendapat, seorang laki-laki menjatuhkan talak al-battah jika seorang istri keluar dari rumahnya.
Ibnu umar berpendapat, jika sang istri keluar, maka tidak jatuh talak.

Qatadah berpendapat, jika seorang suami berkata pada istrinya, "jika kamu hamil, maka kamu tertalak dengan talak tiga", maka setiap kali datang masa suci berarti sang istri tertalak satu kali. Ketika hamil, berarti dia telah ba'inah (tertalak penuh).
Menurut ijtihad ulama Indonesia yang terdapat pada Kompilasi Hukum Islam, talak yang telah diucapkan tiga kali maka hanya bermakna satu kali karena talak harus diucapkan di Pengadilan Agama (PASAL 115 KOMPILASI HUKUM ISLAM). Talak satu itu disebut talak raj'i (Pasal 118 KOMPILASI HUKUM ISLAM)

5. Penutup
Dari pembahasan diatas, kita mengetahui bahwa talak tiga diucapkan sekaligus bisa bermakna sangat buruk dalam pernikahan. Jika menganggap talak tiga maka harus mantan istri menikah lagi dan tidak boleh dengan mantan suaminya. Jadi bagi kita yang telah mengetahuinya, terutama kaum lelaki harus hati-hati dalam berucap.
6. Bahan Bacaan
Dr. Abdussami' ahmad imam. Minhaj Ath-thalib fi Al-muqaranah Baina Al-madzahib yang diterjemahkan oleh Yassir Maqosid. Penerbit pustaka al-kautsar

Al Baghawi, Abu Muhammad bin Husain bin Mas'ud Al-Farra. Syarh As-sunnah diterjemahkan olehSolihin dan syukur. Penerbit Pustaka azzam.

Usman, Suparman. 2002. HUKUM ISLAM Asas-asas dan Pengantar Studi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Gaya Media Pratama.



[1] Dr. Abdussami' ahmad imam. Minhaj Ath-thalib fi Al-muqaranah Baina Al-madzahib yang diterjemahkan oleh Yassir Maqosid. H.177
[2] Al Baghawi, Abu Muhammad bin Husain bin Mas'ud Al-Farra. Syarh As-sunnah diterjemahkan olehSoihin dan syukur. H.663
[3] Ibid. h.665.
[4]  Ibid. h.667.
 

Komentar

Postingan Populer

Keutamaan Taubat: Tanqihul Qaul

Keutamaan Nikah: Tanqihul Qaul

Fawatih As-suwar