Total Pengunjung

Hukum Talak dan Cerai

Talak dan Cerai adalah terlepasnya hubungan antara suami dan istri. Allah Subhanahu wa Ta'ala mensyariatkan talak sebagai solusi atas perpecahan dan Permusuhan yang terjadi antara suami dan istri ketika keduanya mengajukan permasalahan ke pengadilan, dan tidak mungkin dicari solusinya kecuali dengan talak. Talak juga menghilangkan kesusahan yang harus dihadapi oleh suami istri atau oleh salah satunya, daripada tetap bersatu tetapi seperti berada dalam neraka pernikahan yang pada gilirannya akan sulit untuk menjalankan hak-hak Allah.
Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum asal talak, meskipun mereka sepakat atas implikasi hukum dari talak yang terkadang menjadi wajib, haram, makrum, atau pun sunnah.
Contoh talak menjadi wajib adalah sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya yaitu terjadi perpecahan yang diyakini akan berakibat suami dan istri tidak bisa menjalankan hukum-hukum Allah, setelah sebelumnya melakukan usaha-usaha untuk memeperbaiki hubungan sebagaimana yang telah ditunjukkan Allah Subhanahu wa Ta dalam firman-Nya,  An-Nisaa ayat 35
Contoh talak yang diharamkan adalah seseorang mentalak istrinya yang masih dalam keadaan haid atau nifas dengan tujuan untuk menyusahkan istri nya tanpa ada sebab yang dibenarkan.
Terkadang talak juga hukumnya menjadi sunnah apabila istri berulang kali melakukan perbuatan yang dibenci agama dan tidak masuk ke dal am perbuatan yang haram. Padahal istri sudah dinasehati tetapi tidak ada manfaatnya. Apabila suami sudah memberi nasehat berulang kali tetapi istri tidak menganggap nasehat itu maka lebih baik untuk mentalak istri supaya suami tidak melakukan perbuatan yang tidak diridhai agama.
Terkadang talak hukumnya makruh apabila tidak ada sebab yang menyebabkan istri pantas ditalak. Adapun diperbolehkannya talak adalah ketika ada kesepakatan di antara kedua belah pihak. An-Nawawi menukil bahwa ulama bersepakat talak tidak bisa dihukumi boleh dikarenakan hal tersebut. Sebab, ada kalanya lebih baik meninggalkan istri sehingga hukumnya menjadi makruh atau khilaful aula. Ada kalanya lebih baik mempertahankan sehingga hukumnya menjadi sunnah muakkad atau sunnah tidak muakkad. Para ulama memberi contoh tentang talak yang hukumnya jaiz adalah ketika istri memiliki akhlak yang tidak disenangi suaminya atau sifat yang tidak disukai suami, dan sifat tersebut bukanlah aib. Dalam kondisi seperti ini maka yang lebih baik adalah bersabar dan ridha dengan takdir yang ada, meskipun suami boleh untuk menceraikan istrinya dikarenakan hal tersebut.
1. Ulama yang menghukumi Talak itu jaiz(boleh) mereka adalah Madzhab Maliki, Syafi'i, dan Hambali. Dalil-dalil yang mendasarinya Al-Baqarah ayat 236, Al Ahzab ayat 49, Al-Baqarah ayat 229, Al-Baqarah ayat 230. Tapi maksud jaiz ini adalah ketika sang istri melakukan hal yang dilarang oleh Agama dan sudah dinasehati berkali-kali tapi tidak bisa. Maka hukum talak menjadi jaiz. Akan tetapi, jika tidak ada dalil/dasar yang dibenarkan agama untuk menceraikan istri maka hukum talak ini menjadi sangat dilarang. Karena dalam sebuah hadits dijelaskan bahwa Rasulullah pernah menalak Hafsah kemudian merujuknya kembali ketika ayat memerintahkan untuk merujuknya.
2. Ulama yang  menghukumi talak itu dilarang dan haram adalah Madzhab Hanafi. Dalil-dalil yang mendasarkannya adalah An-Nisa ayat 35, An-Nisa ayat 19.. Kemudian Hadits Rasulullah yang menjelaskan bahwa wanita  haram mencium bau surga jika meminta talak.
*Dikutip dari Buku Karya Dr. Abdussami' Ahmad Imam yang merupakan dosen di Fakultas Syari'ah wa al Qanun Universitas Al-Azhar Mesir, Fakultas Bahasa Arab Universitas Libya, Universitas di Saudi Arabia. Judul bukunya Minhaj Ath-thalib fi Al-Muqaranah Baina Al-Madzahib edisi Indonesia yang diterbitkan oleh Pustaka Al-Kautsar.

Komentar

Postingan Populer

Keutamaan Taubat: Tanqihul Qaul

Keutamaan Nikah: Tanqihul Qaul

Fawatih As-suwar